Apa Tujuan PKI Membunuh Para Jenderal? Ternyata Ini Alasannya

27 September 2022, 07:00 WIB
Tujuan PKI Membunuh Para Jenderal /

KABAR MESUJI – Alasan PKI membunuh Para Jenderal pada peristiwa G30S PKI ini apa alasannya? Hal tersebut masih banyak yang bertanya.

Peristiwa yang terjadi pada G30S PKI yang terjadi pada tanggal 30 September 1965 ini menjadi salah satu bagian sejarah kelam di Tanah Air.

Hingga sekarang ini masih banyak yang bertanya apa sebenarnya tujuan pembunuhan pada waktu itu? Sehingga PKI menjadi tertuduh.

Baca Juga: Kenapa G30S PKI bisa terjadi? Berikut Faktor Penyebab Terjadinya Pemberontakan dan Akibatnya

Dalam sejarah, PKI dituduh sebagai salah satu dalang tragedy yang terjadi pada 30 September tersebut. PKI dituduh sebagai dalang dibalik peristiwa ini.

Korban dari peristiwa G30S PKI ini 7 Perwira tinggi di yakni sebagai berikut:

  1. Jenderal Anumerta Ahmad Yani

Jenderal Ahmad Yani lahir pada 19 Juni 1922 di Jenar, Purworejo. Di masa pendudukan Jepang, dia mengikuti pendidikan Heiho di Magelang dan pendidikan tentara pada Pembela Tanah Air (PETA) di Bogor.

Setelah Tentara Keamanan Rakyat (TKR) terbentuk, Ahmad Yani diangkat sebagai komandan di Purwokerto.

Baca Juga: Sinopsis Film Serial Little Women Episode 8, In Uang 70 Miliar Won di Singapura Joo Bakal Ungkap Misteri?

Ahmad Yani juga turut terlibat dalam penumpasan pemberontakan PKI Musso di Madiun pada 1948.

Pada 1962, Ahmad Yani diangkat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD). Pada 1 Oktober 1965 dini hari, ia diculik dan dibunuh.

  1. Letjen Anumerta Raden Suprapto

Suprapto lahir pada 20 Juni 1920 di Purwokerto. Ia mengikuti pendidikan militer di Akademi Militer Kerajaan di Bandung. Namun terputus lantaran Jepang mendarat di Indonesia.

Di masa Jepang, Suprapto mengikuti kursus pada pusat latihan pemuda dan bekerja pada Kantor Pendidikan Masyarakat.

Baca Juga: Es Teh Indonesia, SAH Jadi 'BUMN', Rafi Ahmad Ditunjuk Sebagai CEO

Pada masa awal kemerdekaan, ia aktif merebut senjata pasukan Jepang di Cilacap. Kemudian bergabung dengan TKR di Purwokerto.

Karier di dinas kemiliteran antara lain sebagai Kepala Staf Tentara dan Teritorium IV Diponegoro di Semarang, Staf AD di Jakarta, Deputi Kepala Staf AD di Sumatra, Deputi II Menteri/Panglima Angkatan Darat Jakarta.

Pada 1 Oktober 1965 dini hari, ia diculik dan dibunuh. Jasadnya ditemukan di Lubang Buaya dan kemudian dimakamkan di Taman Pahlawan Kalibata, Jakarta.

Baca Juga: Entrepreneur muda Dapatkan Ratusan Juta Dari Kemenpora, Berikut Skillnya

  1. Mayjen TNI Mas Tirtodarmo Haryono (MT Haryono)

MT Haryono lahir di Surabaya, 20 Januari 1924. Pada masa pendudukan Jepang, ia belajar di Ika Dai Gaku (Sekolah Kedokteran) di Jakarta.

Usai proklamasi, MT Haryono bergabung dengan TKR dengan pangkat mayor. Karena pandai bahasa Belanda, Inggris dan Jerman, MT Haryono kerap mengikuti perundingan antara RI dengan Belanda serta antara RI dan Inggris.

Pada 1 Oktober 1965 dini hari, ia diculik dan dibunuh. Jasadnya ditemukan di Lubang Buaya dan kemudian dimakamkan di Taman Pahlawan Kalibata, Jakarta.

Baca Juga: Harga Beras Naik: Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan Pastikan Masyarakat Tak Usah Khawatir, Karena Ini

  1. Letjen Anumerta Siswondo Parman

Siswondo Parman lahir 4 Agustus 1918 di Wonosobo, Jawa Tengah. Di masa pendudukan Jepang, dia bekerja pada Jawatan Kenpeitai.

Pasca proklamasi, ia masuk TKR dan diangkat sebagai Kepala Staf Markas Besar Polisi Tentara di Yogyakarta.

Pada Desember 1939, ia diangkat sebagai Kepala Staf Gubernur Militer Jakarta Raya.

Baca Juga: Sinopsis Film Noktah Merah Perkawinan, Suami Marsha Mengidamkan Wanita Lain

Pada 1964, S Parman diserahi tugas Asisten 1 menteri/pangliman AD dengan pangkat major jenderal.

Sebagai perwira AD, ia sangat tau seluk beluk usaha pemberontakan PKI untuk membentuk angkatan kelima.

Pada 1 Oktober 1965 dini hari, ia diculik dan dibunuh. Jasadnya ditemukan di Lubang Buaya dan kemudian dimakamkan di Taman Pahlawan Kalibata, Jakarta.

Baca Juga: Cara Menurunkan Berat Badan ala dr Zaidul Akbar, Dijamin Berta Badan Turun Drastis

  1. Mayjen Anumerta Donald Isaac Panjaitan

Donald Isaac Panjaitan lahir 9 Juni 1925 di Balige, Tapanuli. Pada masa pendudukan Jepang.

Ia menempuh pendidikan militer Gyugun dan kemudian ditempatkan di Pekanbaru sampai Proklamasi Kemerdekaan.

DI Panjaitan ikut serta membentuk TKR dan diangkat sebagai Komandan Batalyon. Pada 1948, ia menjabat Komandan Pendidikan Divisi IX/Banteng di Bukittinggi.

Sebelum akhir hayatnya, DI Panjaitan diangkat menjadi Asisten IV Menteri/Panglima AD dan dapat tugas belajar di AS.

Pada 1 Oktober 1965 dini hari, ia diculik dan dibunuh. Jasadnya ditemukan di Lubang Buaya dan kemudian dimakamkan di Taman Pahlawan Kalibata, Jakarta.

Baca Juga: Aplikasi Novel Offline Bisa Kalian Baca Tanpa Harus Menghabiskan Kouta

  1. Mayjen Anumerta Sutoyo Siswomiharjo

Sutoyo Siswomiharjo lahir 28 Agustus 1922 di Kebumen, Jawa Tengah. Pada masa pendudukan Jepang, dia belajar di Balai Pendidikan Pegawai Tinggi di Jakarta dan kemudian jadi pegawai negeri di Kantor Kabupaten Purworejo.

Pasca Indonesia merdeka, dia bergabung dengan TKR bagian kepolisian lalu menjadi anggota Corps Polisi Militer (CPM). Dia kemudian berkarier di CPM di Yogyakarta hingga Surakarta.

Baca Juga: Mudahnya Download Aplikasi Novel Gratis di Playstore Secara Gratis

  1. Kapten Anumerta Pierre Andreas Tendean (Ajudan Jenderal AH Nasution)

Pierre Tendean lahir 21 Februari 1939 di Jakarta. Ia lulus dari Akademi Militer Jurusan Teknik pada 1962.

Setelah lulus, Piere Tendean menjabat Komandan Peleton Batalyon Zeni Tempur 2 Komando Daerah Militer II/Bukit Barisan di Medan.

Ia turut bertugas menyusup ke Malaysia saat Indonesia berkonfrontasi dengan negara tetangga itu.

Baca Juga: Aplikasi Novel Gratis Yang Bisa Digunakan di Android dan Iphone

Pada April 1965, Pierre Tendean diangkat sebagai ajudan Menteri Koordinator Pertahanan dan Keamanan/Kepala Staf Angkatan Bersenjata Jenderal Nasution.

Pada 1 Oktober 1965, saat rumah AH Nasution dikepung, ia turut ditangkap dan dibunuh. Jenazahnya kini dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.

Alasan PKI Membunuh Para Jenderal

Lantas, mengapa PKI menculik dan membunuh para jenderal? Hal ini ditengarai oleh isu yang beredar bahwa Presiden Soekarno yang ketika itu memimpin Indonesia akan dikudeta oleh jenderal dan Dewan Jenderal.

Dugaan itu mencapai puncaknya menjelang HUT ABRI 5 Oktober 1965. PKI menduga para jenderal mengumpulkan pasukan dari daerah untuk menyerbu Jakarta dalam rangka kudeta di Istana.

Baca Juga: Sinopsis Film One Dollar Lawyer: Kisah Pengacara Dibayar 1000 Won

Kendati demikian, hal itu tidak terbukti. Alih-alih kudeta, yang terjadi hannyalah kegiatan kenaikan pangkat dan jabatan.

Pada awalnya, G30S PKI tidak memiliki rencana pembunuhan kepada beberapa jenderal yang menjadi target atau sasaran. Mereka hanya ingin meringkus para jenderal ke Istana.

Lebih lanjut, Letkol Untung ketika itu membagi tim menjadi tiga bagian untuk menjalankan perannya masing-masing.

Satu yang paling utama adalah Satgas Pasopati yang dipimpin oleh Letnan (Inf) Abdul Arief, bertugas menciduk tujuh jenderal.

Baca Juga: Sinopsis Film The Golden Spoon, Lee Seung Cheon Bertemu Dengan Wanita Tua Misterius Penjual Barang Antik

Namun sayangnya, penculikan yang dikomandoi oleh Letkol Untung berjalan tidak sesuai rencana dan terkesan serampangan dan kurang terorganisir.

Terlebih Sjam Kamaruzaman memerintahkan pasukan untuk menculik jenderal dalam keadaan hidup atau mati jika menghadapi kendala.

Satu kisah yang menegangkan ketika pasukan berniat untuk menculik Jenderal Ahmad Yani.

Para penculik enggan menunggu lama Yani yang ketika itu meminta izin ingin mandi terlebih dahulu.

Baca Juga: Prancis Berhasil Tumbangkan Austria Dengan Skor 2-0 Pada UEFA Nations League 2022/2023

Sang jenderal pun marah dan menutup pintu rumah. Namun sayangnya, Ahmad Yani harus kehilangan nyawa karena tembakan salah satu prajurit.

Sementara itu, Jenderal AH Nasution juga menjadi target sasaran G30S PKI. Untungnya, dia selamat setelah menyelamatkan diri.

Kendati demikian, dia harus rela kehilangan putrinya Ade Irma Suryani dan Pierre Tendean sebagai ajudannya.

Nama lain yang menjadi korban kekejaman peristiwa berdarah tersebut adalah Mayor Jenderal Raden Soeprapto, Mayor Jenderal Mas Tirtodarmo Haryono, Mayor Jenderal Siswondo Parman, Brigadir Jenderal Donald Isaac Panjaitan, dan Brigadir Jenderal Sutoyo Siswodiharjo.

Baca Juga: Pertandingan Argentina vs Honduras, Berita Tim, Head to Head dan Lainnya

Menurut beberapa sumber yang beredar, terdapat beberapa dalang dibalik G30S yang menyebut nama perorangan di dalam organisasi PKI.

Seperti yang telah disebutkan bahwa para kader PKI telah terang-terangan menyulik dan membunuh para jenderal.

Selain DN Aidit selaku Ketua Umum PKI dan Letkol Untung, ada nama Sjam Kamaruzaman sebagai Kepala Biro Khusus lembaga rahasia PKI.

Baca Juga: Inilah Daftar Aplikasi Novel  Yang Bisa Didownload Tanpa Harus Menggunakan Koin

Sjam memang tidak terlalu menonjol di antara kader PKI, namun keberadaan rahasinya justru diduga mampu memengaruhi DN Aidit untuk melakukan penyerangan.

Dia juga pandai melakukan penyamaran dan berpindah kota agar tidak terlacak. Pada akhirnya, dia ditangkap tahun 1967 dan dihukum mati pada tahun 1986.

Brigjen Soepardjo juga tercatat bertanggung jawab. Ia menerima hukuman mati pada bulan Maret 1967. Dia diduga telah dibina oleh Sjam.

Baca Juga: 5 Aplikasi Penghasil Uang dan Terbukti Membayar

Selain itu, Kolonel Abdul Latief yang menjabat sebagai Komandan Brigade Infanteri I/Djaja Sakti bertugas memimpin pasukan pengamanan di ibu kota.

Demikianlah sejarah dan dalang di balik momen berdarah G30S beserta alasan mengapa PKI membunuh para jenderal.***

Editor: Ilhaamatul Chasanah

Tags

Terkini

Terpopuler